Biografi Singkat Tokoh Tokoh Anggota PPKI
- KH. Abdoel Wahid Hasyim
KH. Abdul Wahid Hasyim yang akrab dipanggil Wahid Hasyim Lahir di Jombang, 1 Juni 1914. Beliau merupakan anak pertama dari pasangan KH. Hasyim Asy’ari dan Nyai Nafiqah. Beliau menempuh pendidikan di Madrasah Salafiyah, Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Lulus dari Madrasah, Wahid Hasyim kemudian belajar di Pondok Pesantren Siwalan, Panji, Sidoarjo selama 25 hari dan pindah ke Pondok Pesantren Lirboyo di Kediri. Pada 1932, Wahid Hasyim menuntut ilmu di Mekkah selama dua tahun. Wahid Hasyim memulai kariernya dengan menjadi pengurus pondok pesantren dan menjadi ketua umum PBNU. Pada 1945, beliau menjadi anggota BPUPKI dan tergabung dalam panitia sembilan. Beliau ikut serta dalam merumuskan dan menandatangani Piagam Jakarta. Pada 7 Agustus 1945, Wahid Hasyim menjadi anggota PPKI. Kemudian beliau diangkat sebagai Menteri Agama di masa kabinet Hatta, Natsir dan Sukiman. KH. Wahid Hasyim tutup usia di usia 39 tahun, yaitu pada 1 Juni 1914 dan dimakamkan di Komplek Pondok Pesantren Tebu Ireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Berdasarkan Surat keputusan Presiden Republik Indonesia No. 206 tahun 1964, KH. Abdul Wahid Hasyim ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
2. Dr. K.R.T Radjiman Wedydiningrat
Dr. K.R.T Radjiman Wedyodiningrat yang bernama asli
Radjiman lahir di Glondongan, Mlati, Yogyakarta pada 21 April 1879. Orangtua
Dr. Radjiman Wedyodiningrat adalah Sutrodono. Pada 1893, beliau mulai belajar
di Europese Legere School (ELS) di Yogyakarta. Di usia 20 tahun beliau
mendapatkan gelar dokter di Sekolah Dokter Jawa dan saat usia 24 tahun mendapat
gelar Master of Art di School Tot Opleiding Voor Indlandsche Art (STOVIA). Pada
tahun 1904 Dr. Radjiman berhasil memperoleh ijazah Inlandsche Art.
Beliau bekerja sebagai dokter pemerintahan selama tujuh tahun, dari 1899 sampai
1906 kemudian melanjutkan pekerjaannya di Kraton Surakarta Hadiningrat selama
tiga puluh tahun (1906-1936). Beliau dikenal sebagai dokter ahi bedah, ahli
ilmu bersalin, dan ahli penyakit kandungan. Beliau juga mendirikan Apotek Panti
Rapih dan Rumah Sakit Panti Rogo. Dr. Radjiman aktif dalam berbagai organisasi
bercirikan nasionalisme dan pada 1914 menjadi ketua Boedi Oetomo. Pada tahun 1935 beliau ikut
mendirikan Partai Indonesia Raya (Parindra) dan berkedudukan sebagai penasihat.
Pada 28 Mei 1945, Dr. Radjiman Wedyodiningrat diangkat sebagai ketua BPUPKI
(Badan Penyidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan pada 7 Agustus
1945 beliau menjadi anggota PPKI. Setelah Indonesia merdeka, Dr. Radjiman
Wedyodiningrat ikut menyumbangkan tenaganya sebagai Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR). Beliau wafat di Ngawi, Jawa Timur pada tanggal 20 September 1952 dan
dimakamkan di Desa Mlati, Sleman, Yogyakarta. Atas jasa-jasanya terhadap bangsa
dan negara, pemerintah menganugerahi Dr. Radjiman Wedyodiningrat tanda jasa
berupa Bintang Mahaputera Tingkat II dan Bintang Republik Indonesia Utama dan
dinobatkan sebagai pahlawan nasional pada tahun 2013.
C 3. R. Otto Iskandardinata
Otto
Iskandardinata Lahir di Bojongsoang, Kabupaten Bandung pada tanggal 13 Maret
1897 dari pasangan Raden Haji Rachmat Adam dan Nyi Raden Siti Hatijah. Ia Menempuh pendidikan di
Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Bandung dan melanjutkan pendidikan di Kweek-school
Onder-bouw (Sekolah Guru Bagian Pertama) yang merupakan sekolah berasrama di
Bandung.
Otto Iskandardinata pernah
menjabat sebagai ketuaOrganisasi Paguyuban Pasundan, anggota Volksraad (DPR
pada masa Hindia Belanda), ketua umum Persib Bandung, dan menteri Negara
Kabinet Presidensial. Pada than 1932, ia mendirikan surat kabar Sipata-hoenan
pada kongres Paguyuban Pasundan. Pada masa kependudukan Jepang, ia menjadi
pemimpin dari surat kabar harian Tjahaja di Bandung dan bergabung dengan PPKI.
4. Ki
Bagoes Hadikoesoemo
Ki Bagoes Hadikoesoemo lahir di Yogyakarta, 24 November 1890. Ia adalah putra ketiga dari seorang abdi dalem putihan bernama Raden Kaji Lurah Hasyim. Ia mendapat pendidikan sekolah rakyat di pondok pesantren tradisional Wonokromo, Yogyakarta. Ki Bagoes pernah menjabat sebagai ketua Majelis Tabligh, ketua Majelis Tarjih, anggota Komisi MPM Hoofdbestuur Muhammadijah, dan ketua PP Muhammadijah. Ia juga mendirikan klub Kauman Voetbal Club (KVC) yang kelak dikenaldengan Persatuan Sepak Bola Hizbul Wathan (PSHW),dan juga perkumpulan sandiwara dengan nama Setambul. Pada masa ia menjabat sebagai ketua Muhammadijah, ia masuk dalam anggota BPUPKI dan PPKI.
5. Mohammad Amir
Mohammad
Amir lahir di Talawi, Sawah Lunto 27 Januari 1900 lahir dari pasangan Datuk
Manano dan Siti Alamah. Mohammad Amir
bersekolah di HIS Talawi dan selesai pada tahun 1914. Ia sering menulis artikel
pada surat kabar Soeloeh Peladjar, Tjahya Hindia dan Neratja. Hasil dari
menulis tersebut digunakan untuk membiayai sekolahnya di ELS di Sawah Lunto
kemudian pindah ke Bukit Tinggi. Pada tahun 1918 Mohammad Amir tamat dari ELS
dan melanjutkan ke Jakarta di STOVIA. Pada tahun 1923 Mohammad Amir melanjutkan
pendidikannya di Geneeskundig Hogeschool, Utrecht University di Negeri Belanda
jurusan Psychiatrio dan turut dalam kegiatan PI dan menjadi anggota komisaris
periode 1924-1935. Setelah lulus dari Geneeskundig Hogeschool, Utrecht
University dan memperoleh gelar Arts dan doctor in de Medisijn ia kembali ke
Indonesi berprofesi sebagai dokter negeri di Sawah Lunto pada tahun 1934.
Karena Mohammad Amir sangat akrab dengan kaum kerajaan dan pergerakan menjelang
proklamasi ia diangkat menjadi anggota PPKI untuk Sumetera. Pada kabinet RI 1
ia diangkat menjadi Menteri Negara dan berkedudukan di Sumatera Timur. Pada
bulan Desember 1945 Mohammad Amir diangkat menjadi Wakil Gubernur dan pada
tanggal 17 Januari 1946 diangkat menjadi ketua Balai Penerangan dan Penyelidikan
Provinsi Sumater. Pada tanggal 3 Maret 1946 terjadi gerakan anatar revolusi sosial di Sumatera Timur dengan
keluarga kerajaan Mohammad Amir dan Ahmad Tamir segara mengatasi keadaan
tersebut guna ketentraman rakyat. Setelah keadaan aman ia dibebaskan dari tugasnya
dan terdesak oleh ketidakpercayaan adapun tuduhan mengenai kontrak dengan Belanda. Lalu ia dipindahkan ke Makassar dan
menjadi dokter biasa. Mohammad Amir sakit parah dan ia berobat ke Belanda, lalu
pada tahun 1949 ia menghembuskan nafas terakhirnya.
6. G.S.S.J Ratulangi
Dr.
Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi lahir di Tondano, Sulawesi Utara pada
tanggal 5 November 1890 lahir dari pasangan Jozias Ratulangi dan Agustina
Gerungan. Ia merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia dari Manado,
Sulawesi Utara. Sam Ratulangi memulai pendidikan di Europesche Lagere School
yang merupakan sekolah dasar zaman Belanda di Tondano. Ia melanjutkan
pendidikan di Hoofden School yang setingkat SMA. Pada tahun 1908 ia menyelesaikan Sekolah Teknik
Koninginlijke Wilhelmina School dibagian mesin. Lalu Ia memperoleh ijazah ilmu
pasti pendidikan sekolah menengah (Middelbare Acte Wiskunde en Paedagogiek).
Berbekal ijazah tersebut, ia melanjutkan kuliahnya di Vrije Universiteit
van Amsterdam Belanda selama dua tahun. Saat di Belanda ia berhubungan dengan
tokoh pergerakan Indonesia seperti Ki Hajar Dewanatara, Cipto Mangunkusumo, dan
Douwes Dekker dan dari situlah semangat nasionalismenya mulai tumbuh. Kemudian
ia pergi ke Swiss atas bantuan Mr.
Abendanon dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan memperoleh
gelar Doktor dalam bidang fisika dan matematika dari Universitas Zurich pada
tahun 1919. Saat dijakarta Sam Ratulangi bersama Andi Sultan Daeng Raja serta
Andi Pangeran Daeng Parani hadir sebagai wakil dari Sulawesi pada organisasi
PPKI. Setelah proklamasi ia di angkat menjadi Gubernur Sulawesi. Tanggal 30
Januari 1949 Dr Sam Ratulangi menghembuskan nafas terkahirnya.
Komentar
Posting Komentar